Tak
Perlu Seorang yang Sempurna Untuk Cinta yang Sempurna
Menurutku,
cinta itu
adalah pada saat kamu mau menerima kekurangan pasanganmu. Melengkapi kekurangan
itu dengan kasih tulus yang kaupunya. Kalau kau hanya melihat pasanganmu dari
kelebihannya saja, kau tidak akan pernah siap jika kelak hal terburuk menimpa
pasanganmu. Aku tidak bermaksud untuk menakut-nakuti. Aku hanya ingin
mengingatkan sebuah ungkapan klise bahwa cinta seharusnya menerima apa adanya.
“Selamat
pagi, sayang. Hari ini aku masih beruntung karena kau masih ada di sebelahku.”
Itu
yang setiap pagi diucapkan pria brengsek ini.
Ya, si brengsek ini adalah suamiku.
Kenapa aku menyebut suamiku sendiri dengan sebutan pria brengsek? Ah,
seharusnya aku tak perlu lagi mengungkit masa lalu. Bukankah masa lalu cukup
untuk dikenang saja? Namun, ini perlu untuk kau ketahui.
Dulu,
masa-masa kami berpacaran, dari kuliah hingga kerja, Kevin adalah pria paling
brengsek yang pernah kukenal. Bayangkan saja. Masih berstatus pacarku saja, dia
berani main gila dengan beberapa wanita. Monica, Clarissa, Bella, Julia,
Amanda, Flora, Fauna.. aku tahu nama-nama itu saat kucek ponselnya diam-diam.
SMS, Chating, penuh kata-kata mesra yang tak pernah Kevin ucapkan padaku. Kalau
mengingat masa-masa itu, aku ingin sekali menampar wajahnya di depan semua
orang. Namun, akhirnya aku tetap bungkam dan menahan segala cemburu dan amarah
yang bergejolak di dalam dada. Aku memang benci dia, tapi sialnya, rasa cintaku lebih
besar padanya.
Kau
boleh menyebutku gila atau wanita bodoh yang mau saja bertahan kendati tahu
bahwa pacarnya selingkuh. Sahabatku, Anya, bahkan tak terhitung lagi berapa
kali dia memberi kotbah untukku.
Dia bilang, “Putusin dia. Cari cowok lain, Ladya.
Lo itu cantik. Jangan takut nggak laku!”
Sampai
pada suatu malam di sebuah pub, aku melihat Kevin bersama.. entahlah wanita
mana lagi yang dia kencani. Kevin dan wanita itu sedang asyik berjoged di
lantai dansa. Hentakkan musik DJ membuat mereka melayang. Apalagi di tangan
mereka tergenggam segelas yang kuyakini adalah bir. Sialan, selepas ini mereka
pasti akan bercinta. Pikirku saat itu. Dan benar saja. Selang dua puluh menit
kemudian, mereka meninggalkan pub dengan mobil Kevin. Aku membuntuti mereka
dengan motor bebekku. Sialnya, tengah malam itu hujan turun dan membuatku basah
kuyup. Kendati begitu, hujan tak meredamkan niatku untuk mendamprat Kevin.
Mobil
Kevin berhenti di sebuah rumah. Mungkin rumah si wanita itu. Mereka keluar dari
mobil dan berjalan terhuyung memasuki rumah lantai dua itu. Aku terus
membuntuti mereka, bahkan sampai ke dalam rumah mewah itu. Aku sempat
kehilangan jejak. Namun, dari lantai atas aku mendengar suara keributan. Saat aku
sudah mencapai puncak tangga, kulihat sebuah kamar dengan pintu terbuka lebar.
Aku melangkah penuh hati-hati. Sampai di ambang pintu, aku langsung melemparkan
helmku ke arah mereka, tepatnya ke arah Kevin. Kau tahu apa yang kulihat? Mereka sedang berciuman
di ranjang dan setengah telanjang.
Brengsek!
Helm
yang kulempar membentur punggung Kevin keras. Dia terperanjat dan langsung
menghentikan aksinya menjiarah tubuh wanita itu dengan bibirnya. Dia berbalik dan
membelalakkan mata melihatku.
Kejadian
malam itu, saat Kevin nyaris bercinta dengan wanita itu, aku tak kunjung jera
dengannya. Aku tetap memilih untuk bertahan bersamanya. Alasanku masih sama :
aku mencintainya.
Selang
beberapa bulan. Kevin berulah lagi. Bahkan si brengsek itu tak menghargai
perasaanku yang saat itu sudah menjadi tunangannya. Lagi-lagi aku memergokinya
berjalan dengan wanita lain. Mereka berbincang mesra di sebuah kafe. Saat itu
juga aku memutuskan untuk mengawasi mereka. Ah, kupikir aku benar-benar bodoh
melakukan itu. Namun, saat itu aku bersyukur karena Kevin tidak sampai masuk
rumah atau pergi ke hotel. Dia hanya berduaan dengan wanita itu di kafe. Namun, tetap saja. Bagiku itu itu merupakan sebuah
perselingkuhan.
Begitu
banyak kejadian yang membuatku sakit hati. Saat-saat itu Kevin benar-benar tak
menganggapku sebagai kekasihnya. Sedikitpun dia tak menghargai perasaanku. Dia
kerap menyakitiku.
Setiap
perbuatan pasti akan mendapat balasan. Mungkin itu yang ingin Tuhan tunjukkan
padaku. Jujur, saat itu aku sangat senang karena akhirnya Kevin ‘taubat’.
Namun, aku juga tak bisa menyembunyikan rasa sedihku. Malah tebersit dalam
benakku, seharusnya Tuhan tak perlu melakukan ini pada Kevin.
“Jangan
terlalu bekerja keras,” Kevin menyodorkan sebuah gelas padaku. Tercium aroma
kopi yang nikmat. “Aku tidak mau kau jatuh sakit.”
Aku
menutup laptop dan menerima gelas itu. Lalu menjawab, “Kalau aku sakit, kan ada
kamu,”
“Tetap
saja, kau tidak boleh sakit.”
Bagiku,
kopi buatan Kevin lebih nikmat daripada kopi-kopi yang barista buat di kedai
kopi langganan kami dulu. Aku pernah bertanya bagaimana Kevin bisa membuat kopi
senikmat dan sepas ini. Namun, dia terlalu pelit. Katanya, “Biar aku saja yang
membuat kopi untuk kita. Kamu cukup menikmatinya dan memujiku.”
Aku
tersenyum mendengar itu.
Usia
pernikahan kami sudah dua tahun. Aku bekerja di salah satu penerbit buku yang
cukup besar di kota ini. Dan setahun lalu, aku merekomendasikan Kevin pada
atasanku supaya bisa bekerja di sini. Awalnya, atasanku menolak. Beliau bilang,
perusahan melarang suami-istri bekerja di sini. Mungkin, perusahan takut
pasutri tidak dapat konsentrasi
bekerja nantinya. Namun akhirnya, setelah beliau melihat design-design karya
Kevin, tanpa pikir panjang Kevin dipekerjakan. Tapi tidak secara full tentunya.
Kevin hanya mendesign untuk kover buku-buku remaja saja. Karena setiap
design-nya terlalu muda dan tidak cocok untuk novel-novel dewasa. Dan satu
lagi, Kevin hanya bekerja di rumah.
“Kenapa
lagi?” tanya Kevin. “Kau pusing buat sinopsis?”
Aku
yang sedang memijat-mijat kepala, menoleh sekilas. “Aku masih tak habis pikir,
bagaimana orang-orang ini bisa menulis berpuluh-puluh bahkan beratus halaman.
Sementara aku, cuma bikin sinopsis yang yang tidak lebih dari satu halaman saja
mumet banget.”
Kevin
tak menjawab dan cuma melepar senyum manisnya. Ah, aku teringat lagi pada
masa-masa kami pacaran dulu. Wanita-wanita yang tergila-gila padanya bilang
bahwa Kevin adalah jelmaan malaikat yang nyasar di bumi. Mereka terlalu
berlebihan. Mereka sudah dibutakan oleh ketampanan pria blasteran Amerika-Arab
ini.
“Aku
ingin punya anak,” kataku di suatu malah saat kami sama-sama tak bisa tidur.
“Kita
sudah ratusan kali bahas ini,” jawab Kevin datar dan agak kesal. “Sudahlah.”
Ya,
kendati sudah kami bahas berkali-kali, tetap saja aku tidak bisa membendung air
mata. Aku berbalik dan langsung memeluk Kevin. Sesaat, keheningan menguasai
kamar kami yang hanya diterangi sinar bulan yang masuk melalui ventilasi.
“Maaf
aku tak bisa jadi istri yang sempurna untukmu. Maaf aku tak bisa memberimu
anak.”
Kevin
menghela napas. Mungkin dia lelah mendengar rengekanku ini, tapi entah kenapa
aku ingin selalu mengatakan itu padanya. Karena memang benar aku bukanlah istri
yang sempurna. Aku tidak bisa hamil.
Aku
mandul.
“Kau
tidak perlu meminta maaf padaku, sayang,” katanya. “Aku yakin. Bagaimanapun
caranya, kelak Tuhan
akan memberi kita anak. Kamu tahu kan, Tuhan selalu punya cara yang indah untuk
menolong umat-Nya
yang selalu percaya kepada-Nya.”
Aku
terdiam. Aku masih menangis.
“Bagaimanapun
keadaanmu,” lanjut Kevin. “Kau tetap istriku. Dan aku tetap suamimu. Cintaku
tidak akan pernah berkurang. Cukup denganmu saja, hidupku sudah sempurna.”
Aku
ingin mendongak untuk melihat wajahnya. Namun tangan Kevin terlalu kuat. Dia
menahanku agar terus berada dalam pelukannya. “Cukup denganku saja hidupmu
sudah sempurna?” aku tertawa dalam pelukannya. “Itu kalimat tergombal yang
pernah kudengar.”
Kevin
mengusap-usap kepalaku, begitu lembut. Aku bisa merasakan napasnya di kepalaku.
Sejurus kemudian, dia mencium kepalaku. “Aku tidak mempunyai dua kaki lagi,
tapi kau masih mau bertahan denganku,” katanya yang bikin tangisku reda
seketika. “salahkah bila aku bilang bahwa denganmu saja hidupku sudah
sempurna?”
Aku
tidak menjawab. Dalam pelukan itu, kali ini aku menahan tangisku yang ingin
pecah. Ya, sekarang fisik Kevin tidak sempurna. Kendati begitu, dari dulu
hingga sekarang, tak ada yang berubah. Aku masih mencintainya, dan akan terus
mencintainya.
Kau
tahu, seseorang pernah berkata, “Tak perlu seorang yang sempurna untuk cinta
yang sempurna.”
Selesai
Cerpen ini terinspirasi dari lagu dan video clip dari penyanyi Mytha.
Saya sangat suka lagu ini--salah satu lagu romantis terbaik. Dan saya harus kasih applause buat sang director video clip ini: Patrick Effendy.
No comments:
Post a Comment