[Cerpen] Tak Perlu Seorang yang Sempurna Untuk Cinta yang Sempurna

Tak Perlu Seorang yang Sempurna Untuk Cinta yang Sempurna


Menurutku, cinta itu adalah pada saat kamu mau menerima kekurangan pasanganmu. Melengkapi kekurangan itu dengan kasih tulus yang kaupunya. Kalau kau hanya melihat pasanganmu dari kelebihannya saja, kau tidak akan pernah siap jika kelak hal terburuk menimpa pasanganmu. Aku tidak bermaksud untuk menakut-nakuti. Aku hanya ingin mengingatkan sebuah ungkapan klise bahwa cinta seharusnya menerima apa adanya.
“Selamat pagi, sayang. Hari ini aku masih beruntung karena kau masih ada di sebelahku.”
Itu yang setiap pagi diucapkan pria brengsek ini. Ya, si brengsek ini adalah suamiku. Kenapa aku menyebut suamiku sendiri dengan sebutan pria brengsek? Ah, seharusnya aku tak perlu lagi mengungkit masa lalu. Bukankah masa lalu cukup untuk dikenang saja? Namun, ini perlu untuk kau ketahui.
Dulu, masa-masa kami berpacaran, dari kuliah hingga kerja, Kevin adalah pria paling brengsek yang pernah kukenal. Bayangkan saja. Masih berstatus pacarku saja, dia berani main gila dengan beberapa wanita. Monica, Clarissa, Bella, Julia, Amanda, Flora, Fauna.. aku tahu nama-nama itu saat kucek ponselnya diam-diam. SMS, Chating, penuh kata-kata mesra yang tak pernah Kevin ucapkan padaku. Kalau mengingat masa-masa itu, aku ingin sekali menampar wajahnya di depan semua orang. Namun, akhirnya aku tetap bungkam dan menahan segala cemburu dan amarah yang bergejolak di dalam dada. Aku memang benci dia, tapi sialnya, rasa cintaku lebih besar padanya.
Kau boleh menyebutku gila atau wanita bodoh yang mau saja bertahan kendati tahu bahwa pacarnya selingkuh. Sahabatku, Anya, bahkan tak terhitung lagi berapa kali dia memberi kotbah untukku. Dia bilang, “Putusin dia. Cari cowok lain, Ladya. Lo itu cantik. Jangan takut nggak laku!”
Jawabanku tetap sama, “Nggak bisa. Gue cinta Kevin.”

Sampai pada suatu malam di sebuah pub, aku melihat Kevin bersama.. entahlah wanita mana lagi yang dia kencani. Kevin dan wanita itu sedang asyik berjoged di lantai dansa. Hentakkan musik DJ membuat mereka melayang. Apalagi di tangan mereka tergenggam segelas yang kuyakini adalah bir. Sialan, selepas ini mereka pasti akan bercinta. Pikirku saat itu. Dan benar saja. Selang dua puluh menit kemudian, mereka meninggalkan pub dengan mobil Kevin. Aku membuntuti mereka dengan motor bebekku. Sialnya, tengah malam itu hujan turun dan membuatku basah kuyup. Kendati begitu, hujan tak meredamkan niatku untuk mendamprat Kevin.
Mobil Kevin berhenti di sebuah rumah. Mungkin rumah si wanita itu. Mereka keluar dari mobil dan berjalan terhuyung memasuki rumah lantai dua itu. Aku terus membuntuti mereka, bahkan sampai ke dalam rumah mewah itu. Aku sempat kehilangan jejak. Namun, dari lantai atas aku mendengar suara keributan. Saat aku sudah mencapai puncak tangga, kulihat sebuah kamar dengan pintu terbuka lebar. Aku melangkah penuh hati-hati. Sampai di ambang pintu, aku langsung melemparkan helmku ke arah mereka, tepatnya ke arah Kevin. Kau tahu apa yang kulihat? Mereka sedang berciuman di ranjang dan setengah telanjang.
Brengsek!
Helm yang kulempar membentur punggung Kevin keras. Dia terperanjat dan langsung menghentikan aksinya menjiarah tubuh wanita itu dengan bibirnya. Dia berbalik dan membelalakkan mata melihatku.
Kejadian malam itu, saat Kevin nyaris bercinta dengan wanita itu, aku tak kunjung jera dengannya. Aku tetap memilih untuk bertahan bersamanya. Alasanku masih sama : aku mencintainya.
Selang beberapa bulan. Kevin berulah lagi. Bahkan si brengsek itu tak menghargai perasaanku yang saat itu sudah menjadi tunangannya. Lagi-lagi aku memergokinya berjalan dengan wanita lain. Mereka berbincang mesra di sebuah kafe. Saat itu juga aku memutuskan untuk mengawasi mereka. Ah, kupikir aku benar-benar bodoh melakukan itu. Namun, saat itu aku bersyukur karena Kevin tidak sampai masuk rumah atau pergi ke hotel. Dia hanya berduaan dengan wanita itu di kafe. Namun, tetap saja. Bagiku itu itu merupakan sebuah perselingkuhan.
Begitu banyak kejadian yang membuatku sakit hati. Saat-saat itu Kevin benar-benar tak menganggapku sebagai kekasihnya. Sedikitpun dia tak menghargai perasaanku. Dia kerap menyakitiku.
Setiap perbuatan pasti akan mendapat balasan. Mungkin itu yang ingin Tuhan tunjukkan padaku. Jujur, saat itu aku sangat senang karena akhirnya Kevin ‘taubat’. Namun, aku juga tak bisa menyembunyikan rasa sedihku. Malah tebersit dalam benakku, seharusnya Tuhan tak perlu melakukan ini pada Kevin.
“Jangan terlalu bekerja keras,” Kevin menyodorkan sebuah gelas padaku. Tercium aroma kopi yang nikmat. “Aku tidak mau kau jatuh sakit.”
Aku menutup laptop dan menerima gelas itu. Lalu menjawab, “Kalau aku sakit, kan ada kamu,”
“Tetap saja, kau tidak boleh sakit.”
Bagiku, kopi buatan Kevin lebih nikmat daripada kopi-kopi yang barista buat di kedai kopi langganan kami dulu. Aku pernah bertanya bagaimana Kevin bisa membuat kopi senikmat dan sepas ini. Namun, dia terlalu pelit. Katanya, “Biar aku saja yang membuat kopi untuk kita. Kamu cukup menikmatinya dan memujiku.”
Aku tersenyum mendengar itu.
Usia pernikahan kami sudah dua tahun. Aku bekerja di salah satu penerbit buku yang cukup besar di kota ini. Dan setahun lalu, aku merekomendasikan Kevin pada atasanku supaya bisa bekerja di sini. Awalnya, atasanku menolak. Beliau bilang, perusahan melarang suami-istri bekerja di sini. Mungkin, perusahan takut pasutri tidak dapat konsentrasi bekerja nantinya. Namun akhirnya, setelah beliau melihat design-design karya Kevin, tanpa pikir panjang Kevin dipekerjakan. Tapi tidak secara full tentunya. Kevin hanya mendesign untuk kover buku-buku remaja saja. Karena setiap design-nya terlalu muda dan tidak cocok untuk novel-novel dewasa. Dan satu lagi, Kevin hanya bekerja di rumah.
“Kenapa lagi?” tanya Kevin. “Kau pusing buat sinopsis?”
Aku yang sedang memijat-mijat kepala, menoleh sekilas. “Aku masih tak habis pikir, bagaimana orang-orang ini bisa menulis berpuluh-puluh bahkan beratus halaman. Sementara aku, cuma bikin sinopsis yang yang tidak lebih dari satu halaman saja mumet banget.”
Kevin tak menjawab dan cuma melepar senyum manisnya. Ah, aku teringat lagi pada masa-masa kami pacaran dulu. Wanita-wanita yang tergila-gila padanya bilang bahwa Kevin adalah jelmaan malaikat yang nyasar di bumi. Mereka terlalu berlebihan. Mereka sudah dibutakan oleh ketampanan pria blasteran Amerika-Arab ini.
“Aku ingin punya anak,” kataku di suatu malah saat kami sama-sama tak bisa tidur.
“Kita sudah ratusan kali bahas ini,” jawab Kevin datar dan agak kesal. “Sudahlah.”
Ya, kendati sudah kami bahas berkali-kali, tetap saja aku tidak bisa membendung air mata. Aku berbalik dan langsung memeluk Kevin. Sesaat, keheningan menguasai kamar kami yang hanya diterangi sinar bulan yang masuk melalui ventilasi.
“Maaf aku tak bisa jadi istri yang sempurna untukmu. Maaf aku tak bisa memberimu anak.”
Kevin menghela napas. Mungkin dia lelah mendengar rengekanku ini, tapi entah kenapa aku ingin selalu mengatakan itu padanya. Karena memang benar aku bukanlah istri yang sempurna. Aku tidak bisa hamil.
Aku mandul.
“Kau tidak perlu meminta maaf padaku, sayang,” katanya. “Aku yakin. Bagaimanapun caranya, kelak Tuhan akan memberi kita anak. Kamu tahu kan, Tuhan selalu punya cara yang indah untuk menolong umat-Nya yang selalu percaya kepada-Nya.”
Aku terdiam. Aku masih menangis.
“Bagaimanapun keadaanmu,” lanjut Kevin. “Kau tetap istriku. Dan aku tetap suamimu. Cintaku tidak akan pernah berkurang. Cukup denganmu saja, hidupku sudah sempurna.”
Aku ingin mendongak untuk melihat wajahnya. Namun tangan Kevin terlalu kuat. Dia menahanku agar terus berada dalam pelukannya. “Cukup denganku saja hidupmu sudah sempurna?” aku tertawa dalam pelukannya. “Itu kalimat tergombal yang pernah kudengar.”
Kevin mengusap-usap kepalaku, begitu lembut. Aku bisa merasakan napasnya di kepalaku. Sejurus kemudian, dia mencium kepalaku. “Aku tidak mempunyai dua kaki lagi, tapi kau masih mau bertahan denganku,” katanya yang bikin tangisku reda seketika. “salahkah bila aku bilang bahwa denganmu saja hidupku sudah sempurna?”
Aku tidak menjawab. Dalam pelukan itu, kali ini aku menahan tangisku yang ingin pecah. Ya, sekarang fisik Kevin tidak sempurna. Kendati begitu, dari dulu hingga sekarang, tak ada yang berubah. Aku masih mencintainya, dan akan terus mencintainya.
Kau tahu, seseorang pernah berkata, “Tak perlu seorang yang sempurna untuk cinta yang sempurna.”

Selesai

Cerpen ini terinspirasi dari lagu dan video clip dari penyanyi Mytha.
Saya sangat suka lagu ini--salah satu lagu romantis terbaik. Dan saya harus kasih applause buat sang director video clip ini: Patrick Effendy.

No comments:

Post a Comment

Galuh Mas Menjadi Destinasi Liburan Akhir Pekan

Galuh Mas menjadi Destinasi Liburan Akhir Pekan (Pic : @galuhmaskarawang  https://www.instagram.com/p/BgU65lxnEkN/?taken-by=galuhm...